Jakarta – Bareskrim Polri membongkar kasus pencucian uang Rp 2,1 triliun hasil peredaran gelap narkoba jenis sabu. Jaringan narkoba ini dikendalikan oleh seorang narapidana (napi) di Lapas Tarakan.
“Dari hasil penyelidikan tersebut, terpidana atas nama HS terindikasi masih melakukan pengendalian peredaran narkotika, terutama di wilayah Indonesia bagian tengah. Terutama di wilayah Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali, dan Jawa Timur,” kata Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada, dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Kamis (18/9/2024).
Wahyu mengatakan HS alias H32 merupakan terpidana mati kasus narkoba. Dia mengendalikan jaringan Malaysia-Indonesia tengah sejak 2017.
“Artinya, meskipun yang bersangkutan di dalam Lapas, dia masih bisa melakukan mengendalikan peredaran gelap narkoba,” tambahnya
Kasus ini terbongkar atas kerja sama Bareskrim Polri dengan Ditjen Pemasyarakatan (Pas), Bea-Cukai, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan PPATK. HS merupakan narapidana di Lapas Kelas IIA Tarakan yang kerap membikin onar.
HS beroperasi sejak 2017 hingga 2023. Selama kurun waktu tersebut, dia telah memasukkan berton-ton narkoba ke Indonesia.
“Dari hasil penyelidikan, Terpidana HS telah beroperasi sejak 2017 hingga 2023. Selama kurun waktu tersebut, dia telah memasukkan narkotika jenis sabu dari wilayah Malaysia sebanyak lebih dari 7 ton sabu,” katanya.
HS dibantu oleh delapan orang kaki tangannya. Berikut identitas 8 anak buah HS dan perannya:
T (pengelola uang hasil kejahatan)
MA (pengelola aset hasil kejahatan)
SY (pengelola aset hasil kejahatan)
CA (membantu pencucian uang)
AA (membantu pencucian uang)
NMY (Adik AA, membantu pencucian uang)
RO (membantu pencucian uang dan upaya hukum)
AY (Kakak RO, membantu pencucian uang dan upaya hukum).
“Dari hasil analisis keuangan oleh PPATK, perputaran uang selama beroperasi melakukan jual beli narkoba yang dilakukan oleh kelompok H tersebut mencapai Rp 2,1 triliun, yang kemudian sebagian uang digunakan untuk membeli aset-aset,” tuturnya.